“Salah satu istri Nabi saw yang paling saya cintai karena keutamaan
dan teladannya adalah Siti Khadijah (tentu saja semua istri Nabi
memiliki keutamaan2 masing-masing ^_^). Pada diri beliau terdapat
banyak keutamaan yang harus ada dalam diri seorang perempuan. Beliau
adalah seseorang yang dalam bahasa saya “memancarkan aura bidadari”,
bukan semata-mata karena kelemahlembutan dan keindahan perilaku beliau,
tetapi juga karena ketegasan, keteguhan, kedalaman pandangan dan
kedewasaan beliau. Karena itu, saya yakin sekali bahwa Nabi Muhammad
saw sangat mencintai beliau. Cinta yang hadir karena pesona fisik
mungkin bisa datang dalam sekejap dan pergi pula dalam sekejap, tetapi
cinta yang lahir karena kecantikan hati dan akhlak adalah sesuatu yang
jauh lebih menawan dan jauh lebih dalam tercerap di hati. Saya pikir
Nabi saw mencintai Khadijah, selain karena pesona fisik (siapa yang
pernah bilang Khadijah jelek walaupun sudah berumur 40 tahun, ngga ada
kan? Hehe, buktinya banyak yang ngelamar) tetapi juga karena potensi
jiwa dan kekuatan hati Siti Khadijah. Saya saja yang jauh sekali
terpisah waktu dengan Siti Khadijah bisa terpesona karena “aura”
beliau, apalagi Nabi saw yang hidup semasa dengan beliau.. waaaw
subhanallah sekali ^_^ Saya juga selalu terharu kalau ingat dan
membayangkan Nabi saw saat mengucapkan perkataan yang membela Siti
Khadijah di depan istri beliau yang lain dengan kalimat indah yang
mencerminkan betapa dalam kenangan beliau terhadap Siti Khadijah".
Nah...tuh
kan, Rasulullah aja jatuh cinta :) masalah yang muncul kemudian,
bagaimana kira-kira Rasulullah mengekspresikan perasaan cintanya?
”Cinta” yang pada zaman sekarang, sudah bermakna negatif, cinta dalam
pemahaman orang sekarang dekat dengan hawa-nafsu, trus... apa ada cinta
sejati? (kata Ari Lasso, Element dan Jikustik sih ada :D) Kalaupun ada,
apa hanya cinta kepada Allah yang disebut sebagai cinta sejati? Trus
cinta Rasulullah kepada Khadijah, sejati kah?”
Heemm..
pertanyaannya dalem banget yaa? Saya aja sampai bingung ngomong apa,
saya kan bukan ahli di bidang ini, hehehe.. “Saya percaya bahwa cinta
sejati itu ada, dan itu cinta pada Allah, pada Nabi dan cinta-cinta lain
yang ada dalam koridor-Nya. Cinta kepada sesama manusia, kepada orang
tua, terutama kepada pasangan, saya percaya memang benar-benar ada dan
merupakan sesuatu yang indah dan fitrah sifatnya. Hal yang harus
digarisbawahi adalah bahwa seluruh cinta itu adalah cerminan cinta Allah
kepada makhluknya. Karenanya, dalam mencintai segala sesuatu, kita
haruslah tetap mengutamakan cinta kepada Allah di atas segalanya. Cinta
kepada segala sesuatu itu harus juga ada di dalam garis yang
ditentukan-Nya.
Dalam tataran praktis, keutamaan cinta kepada
Allah ini membuat cinta kita kepada orang lain dan pasangan tidak
melanggar batas garis atau koridor yang ditentukan Allah swt. Cinta
kita kepada mereka tidak sepantasnya membuat kita melakukan segala hal
dan melanggar ketentuan Allah, karena hal ini berarti kita telah
menomorduakan cinta kita kepada Allah setelah cinta kita kepada
makhluk. Begitu pula cinta kita terhadap pasangan, tidak sepantasnya
membuat kita menerobos norma-norma agama, di dalam pernikahan
sekalipun. Seorang istri taat kepada suami karena Allah yang
perintahkan. Hal ini mencerminkan cintanya kepada suaminya berada di
bawah payung cintanya kepada Allah. Hal ini juga mencerminkan bahwa
tidak ada ketaatan di dalam hal-hal yang tidak diridhoi Allah. Lebih
jauh, hal ini mencerminkan stabilnya kondisi hati si istri dalam
ketaatan terhadap suaminya. Ia taat bukan karena mengharapkan balasan
dari suami, tidak pula merasa kecewa ketika suaminya tidak berlaku
seperti yang diinginkannya. Ia melakukannya semata-mata karena Allah.
Hehehe… ini sih teorinya, kalo prakteknya saya juga belum tau susah apa
nggak . ^_^
Jadi, dalam pandangan saya tidak ada yang
salah dalam mencintai, selama cinta itu disikapi sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan-Nya dan tidak melanggar
larangan-larangan-Nya. Allah begitu mencintai kita, dan itu tercermin
melalui cinta orang tua kepada kita, cinta teman kepada kita, juga
cinta pasangan kepada kita.
Selain itu, cinta kepada Allah juga
harus dibuktikan, tidak hanya diucapkan. Semua orang juga pasti paham
konsep ini. tidak ada yang akan percaya ucapan cinta kita kalau tidak
kita buktikan lewat perbuatan, apalagi perilaku kita menunjukkan
kecuekan terhadap yang kita cintai. Cinta kepada Allah kita tunjukkan
dengan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Cinta kepada Allah hanya akan dapat dipercaya jika kita berperilaku
sesuai keinginan-Nya.
Saya juga yakin bahwa Allah maha
pemilik hati, maha pembolak-balik hati. Jadi, hati seseorang bisa jadi
mencintai kita dan bisa jadi tidak mencintai kita, seluruhnya berada
dalam genggaman-Nya. Ketika mencintai seseorang, kita harus menyerahkan
penjagaan hati kita kepada Yang Maha Menggenggam Segala Hati, mohon
perlindungan dari kesedihan dan kekecewaan yang terlalu bila cinta kita
tidak terbalas, dan mohon perlindungan pula dari kegembiraan yang
terlalu besar dan melenakan jika cinta kita terbalas. Di dalam cinta versi dien yang mulia ini, dunia tidak pernah hanya “milik kita berdua” ^_^. Hehehe .”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar